BAB
1
Pengertian,
Peranan, dan Fungsi Kurikulum
A. Pengertian
Kurikulum
Pengertian kurikulum dapat ditinjau dari
dua sisi yang berbeda, yakni menurut pandangan lama dan pandangan baru
Pandangan lama atau sering juga disebut
pandangan tradisional, merumuskan bahwa kurikulum adalah sejumlah mata
pelajaran yang harus ditempuh murid untuk memperoleh ijazah.
Pengertian tadi mempunyai implikasi sebagai berikut :
- Kurikulum terdiri atas sejumlah mata pelajaran. Mata pelajaran sendiri pada hakekatnya adalah pengalaman nenek moyang dimasa lampau.
- Mata pelajaran adalah sejumlah informasi atau pengetahuan , sehingga penyampaian mata pelajaran pada siswa akan membentuk mereka menjadi manusia yang mempunyai kecerdasan berpikir
- Mata pelajaran menggambarkan kebudayaan masa lampau. Adapun pengajaran berarti penyampaian kebudayaan kepada generasi muda.
- Tujuan mempelajari mata pelajaran adalah untuk memperoleh ijazah
- Adanya aspek keharusan bagi setiap siswa untuk mempelajari mata pelajaran yang sama.
- System penyampaian yang digunakan oleh guru adalah system penuangan.
Romine
(1954) berpendapat :
“
Curriculum is interpreted to mean all of the organized courses, activities, and
experinces which pupils have under direction of the school, whether in the
classroom or not”
Implikasi
pendapat diatas adalah sebagai berikut
- Tafsiran tentang kurikulum bersifat luas, karena kurikulum bukan hanya terdiri atas mata pelajaran (courses), tetapi meliputi semua kegiatan dan pengalaman yang menjadi tanggung jawab sekolah.
- Sesuai dengan pandangan ini, berbagai kegiatan diluar kelas (ekstrakurikuler) sudah tercakup dalam pengertian kurikulum.
- Pelaksanaan kurikulum tidak hanya dibatasi pada keempat dinding kelas saja, melainkan dilaksanakan baik di dalam maupun di luar kelas.
- Sistem penyampaian yang dipergunakan oleh guru disesuaikan dengan kegiatan atau pengelaman yang akan disampaikan.
- Tujuan pendidikan bukanlah untuk menyampaikan mata pelajaran atau bidang pengetahuan yang tersusun, melainkan pembentukan pribadi anak dan belajar cara hidup di dalam masyrakat.
1. Kurikulum
sebagai Suatu Program Kegiatan yang Terencana
Berdasarkan
pandangan komprehensif terhadap setiap kegiatan yang direncanakan untuk dialami
seluruh siswa, kurikulum berupaya menggabungkan ruang lingkup, rangkaian,
interprestasi, keseimbangan subject matter, teknik mengajar, dan hal lain yang
dapat direncanakan sebelumnya (Saylor, Alexander, dan Lewis, 1986). Pada
hakikatnya, kurikulum sebagai suatu program kegiatan terencana (program of
planned activities) memiliki rentang yang cukup luas, hingga membentuk suatu
pandangan yang menyeluruh. Di suatu pihak, kurikulum dipandang sebagai suatu
dokumen tertulis (Beauchamp, 1981) dan di lain pihak, kurikulum dipandang
sebagai rencana tidak tertulis yang terdapat dalam pikiran pihak pendidik ( Taylor,1970).
2. Kurikulum
sebagai Hasil Belajar yang Diharapkan
(Jhonson,
1977 dan Ponser, 1982) menyatakan bahwa kurikulum seharusnya tidak dipandang
sebagai aktifitas, tetapi difokuskan secara langsung pada berbagai hasil
belajar yang diharapkan (intended learning outcomes). Kajian ini menekankan
perubahan cara padang kurikulum, dari kurikulum sebagai alat (means) menjadi
kurikulum sebagai tujuan atau akhir yang akan dicapai (ends). Salah satu alasan
utama adalah karena hasil belajar yang diharapkan merupakan dasar bagi
perencanaan dan perumusan berbagai tujuan kegiatan pembelajaran.
Dalam
konteks ini, tujuan pembelajaran tidak lagi dirumuskan dalam retorika global
seperti “ Siswa memiliki apresiasi terhadap warisan budaya”, tetapi dirumuskan
dalam serangkaian hasil belajar yang terstruktur. Artinya, setiap kegiatan,
pengajaran, desain lingkungan, dan sebagainya, difungsikan sedemikian rupa
sehingga menjadi saling mendukung untuk mencapai tujuan akhir (ends) yang telah
di tetapkan sebelumnya. Dalam pandangan ini, hsil belajar yang diharapkan
tersebut tidak dapat disamakan dengan kurikulum itu sendiri, tetapi lebih
merupakan dunia (realms) kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan ( hasil
belajar) yang diharapkan.
3. Kurikulum
sebagai Reproduksi Kultural ( Cultural Reproduction)
Sebagian
ahli pendidikan berpandangan bahwa kurikulum dalam setiap masyarakat atau
budaya seharusnya menjadi refeleksi dari budaya masyarakat itu sendiri. Sekolah
bertugas memproduksi pengetahuan dan nilai-nilai yang penting bagi generasi penerus.
Masyarakat, Negara atau bangsa bertanggung jawab mengidentifikasi keterampilan
(skill), pengetahuan (knowledge), dan berbagai apresiasi yang akan diajarkan.
Sementara itu pihak pendidik professional bertanggung jawab untuk melihat
apakah skill, knowledge, dan apresiasi tersebut sudah di transformasikan ke
dalam kurikulum yang dapat disampaikan kepada anak-anak dan generasi muda.
4. Kurikulum
sebagai Kumpulan Tugas dan Konsep Diskrit
Pandangan
ini berpendapat bahwa kurikulum merupakan satu kumpulan tugas dan konsep
(discrete tasks and concept) yang harus dikuasai siswa. Dalam hal ini,
diasumsikan bahwa penguasan tugas-tugas yang saling bersifat diskrit (berdiri
sendiri) tersebut adalah untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah di tetapkan
sebelumnya.
5. Kurikulum
sebagai Agenda Rekonstruksi Sosial
Sejauh
mana keberanian sekolah membangun suatu tatanan social yang baru ( Dare the
school build new social order)? Pertanyaan ini merupakan judul karya George S.
Counts (1932) yang dipandang sebagai seorang perintis rekonstruksionisme social
dalam pendidikan.
6. Kurikulum sebagai Currere
Sebagai
pengganti interprestasi dari etimologi arena pacu atau lomba kurikulum (race
course), currere merujuk pada jalannya lomba dan menekankan masing-masing
kapasitas individu untuk merekonseptualisasi otobiografinya sendiri. Hal ini di
tegaskan oleh Schubert (1986). Pemikiran Schubert di dukung oleh Pinar dan
Grument (1976) yang mengilustrasikan bahwa masing-masing individu berusaha
menemukan pengertian (meaning) di tengah-tengah berbagai peristiwa terakhir
yang dialaminya, kemudian bergerak secara historis kedalam pengalamannya
sendiri di masa lampau untuk memulihkan dan membentuk kembali pengalaman semula
(to recover and reconstitute the origins), serta membayangkan dan menciptakan berbagai
arah yang saling bergantung dengan subdivisi-subdivisi pendidikan lainnya.
Perspektif
ekologis perlu di kembangkan dalam konteks ini, yakni makna dari segala sesuatu
harus dipandang secara kontinu berikut interdependensinya dengan
kekuatan-kekuatan yang mempengaruhinya. Dengan demikian, karakter kurikulum
membentuk dan dibentuk oleh berbagai hubungan eksternal dengan pengetahuan,
perspektif dan praktik-praktik dalam domain kependidikan lainnya.
7. Perbedaan
antara Kurikulum Lama dan Kurikulum Baru
Diantara
kedua pola kurikulum baru dan lama terdapat perbedaan yang cukup fundamental,
antara lain sebagai berikut :
- Kurikulum lama berorientasi pada masa lampau, karena berisikan pengalaman-pengalaman masa lampau sedangkan kurikulum baru beorientasi pada masa sekarang, sebagai persiapan untuk masa yang akan datang. Pengajaran berdasarkan unit atau topic dari kehidupan masyarakat serta sesuai dengan minat dan kebutuhan para siswa.
- Kurikulum lama tidak berdasarkan filsafat pendidikan yang jelas, sulit dipahami, dan tidak ada kesatuan pendapat di antara kalangan guru tentang filsafat pendidikan yang dianut tersebut;
- Kurikulum lama berdasarkan pada tujuan pendidikan yang mengutamakan perkembangan segi pengetahuan akademik dan keterampilan , dengan mengabaikan perkembangan sikap, cita-cita dan kebiasaan, dan sebagainya. ‘Belajar’ lebih ditekankan pada unsur mengingat dan latihan-latihan belaka. Sebaliknya, kurikulum baru bertujuan untuk mengembangkan keseluruhan pribadi siswa. ‘Belajar’ bukan untuk memperoleh ijazah melainkan agar mampu hidup di dalam masyrakat
- Kurikulum lama berpusat pada mata pelajaran, yang diajarkan secara terpisah. Dalam kurikulum lama mata pelajaran hanya berfungsi sebagai alat. Sebaliknya kurikulum baru disusun berdasarkan masalah atau topic tertentu. Kurikulum disusun dalam bentuk bidang studi yang luas atau dalam bentuk integrasi dari semua mata pelajaran.
- Kurikulum lama hanya didasarkan pada buku pelajaran (textbook) sebagai sumber bahan dalam mengajarkan mata pelajaran. Sebaliknya, kurikulum baru bertitik tolak dari masyrakat dalam kehidupan keseharian, yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan, minat, dan kebutuhan individu. Bahkan sumber yang paling luas adalah masyrakat itu sendiri, sedangkan buku hanya menjadi sumber pelengkap
- Kurikulum lama di kembangkan oleh masing-masing guru secara perorangan. Berhasil atau tidaknya kurikulum bergantung pada guru secara perseorangan atau dengan kata lain guru merupakan suatu ‘cardinal faktor’ dalam keberhasilan kurikulum di sekolah. Di lain pihak, kurikulum baru dikembangkan oleh sekolompok guru secara bersama-sama atau oleh departemen tertentu.
B. Peranan
Kurikulum
Sebagai
program pendidikan yang telah direncanakan secara sistematis, kurikulum
mengemban peranan yang sangat penting bagi pendidikan siswa. Jika dianilisis
dari masyrakat dan kebudayaan, dengan sekolah sebagai institusi social dalam
melaksanakan operasinya, maka dapat di tentukan paling tidak tiga peranan
kurikulum yang sangat penting, yakni pernanan konsevatif, peranan kritis atau
evaluatif, dan peranan kreatif. Ketiga perananan ini sama penting dan perlu di
laksanakan secara seimbang.
1. Peranan
konservatif
Salah
satu tanggung jawab kurikulum adalah mentransmisikan dan menafsirkan warisan
social pada generasi muda. Dengan demikian, sekolah sebagai suatu lembaga
social dapat mempengaruhi dan membina tingkah laku siswa sesuai dengan berbagai
nilai social yang ada dalam masyarakat, sejalan dengan peranan pendidikan
sebagai suatu proses social. Ini seiring dengan hakikat pendidikan itu sendiri
yang berfungsi sebagai jembatan antara para siswa selaku anak didik dengan
orang dewasa, dalam suatu proses pembudayaan yang semakin berkembang menjadi
lebih kompleks. Oleh karenanya, dalam kerangka ini fungsi kurikulum menjadi
teramat penting, karena ikut membantu proses tersebut.
2. Peranan
Kritis atau Evaluatif
Kebudayaan
senantiasa berubah dan bertambah. Sekolah tidak hanya mewariskan kebudayaan
yang ada, melainkan juga menilai dan memilih berbagai unsur kebudayaan yang
akan diwariskan. Dalam hal ini, kurikulum turut aktif berpartisipasi dalam
control social dan memberi penekanan pada unsur bepikir kritis. Nilai-nilai
social yang tidak sesuai lagi dengan keadaan dimasa mendatang dihilangkan,
serta diadakan modifikasi dan perbaikan. Dengan demikian, kurikulum harus
merupakan pilihan yang tepat atas dasar kriteria tertentu.
3. Peranan
Kreatif
Kurikulum
berperan dalam melakukan berbagai kegiatan kreatif dan konstruktif, dalam
artian menciptakan dan menyusun suatu hal yang baru sesuai dengan kebutuhan
masyrakat dimasa sekarang dan masa mendatang. Untuk membantu setiap individu
dalam mengembangkan semua potensi yang ada padanya, maka kurikulum menciptakan
pelajaran, pengalaman, cara berpikir, kemampuan, dan keterampilan yang baru,
yang memberikan manfaat bagi masyarakat.
Ketiga
peran kurikulum tersebut harus berjalan secara seimbang, atau dengan kata lain
terdapat keharmonisan diantara ketiganya. Dengan demikianm kurikulum dapat
memenuhi tuntutan waktu dan keadaan dalam membawa siswa menuju kebudayaan masa
depan.
C. Fungi
Kurikulum
Disamping sebagai
peranan, kurikulum juga mengemban fungsi tertentu. Alexander Inglis, dalam
bukunya Principle of Secondary Education
(1918),mengatakan bahwa kurikulum berfungsi sebagai fungsi penyesuaian, fungsi
pengintegrasian, fungsi diferensiasi, fungsi persiapan, fungsi pemilihan, dan
fungsi diagnostic.
1. Fungsi
Penyesuaian ( The Adjustive of Adaptive Function)
Setiap individu harus
mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungannya secara menyeluruh. Karena
lingkungan sendiri senantiasa bersifat dinamis, maka masung-masing individu pun
harus memiliki kemampuan menyesuaikan diri secara dinamis pula. Di balik itu,
lingkungan pun harus disesuaikan dengan kondisi perorangan. Disinilah letak
fungsi kurikulum sebagai alat pendidikan, sehingga individu bersifat
well-adjust.
2. Fungsi
Integrasi ( The Integrating Function)
Kurikulum berfungsi
mendidik pribadi-pribadi yang berintegrasi. Oleh karena individu sendiri
merupakan bagian dari masyarakat, maka pribadi yang terintegrasi itu akan
memberikan sumbangan dalam pembentukan atau pengintegrasian masyarakat
3. Fungsi
Diferensiasi( The Differentiating Function)
Pada dasarnya,
diferensiasi akan mendorong orang berpikir kritis dan kreatif, sehingga akan
mendorong kemajuan social dalam masyarakat.akan tetapi adanya deferensiasi
tidak akan mengabaikan solidaritas social dan integrasi, karena diferensiasi
juga dapat menghindarkan terjadinya stagnasi social
4. Fungsi
Persiapan ( The Propaeudeutic Function)
Kurikulum berfungsi
mempersiapkan siswa agar mampu melanjutkan studi lebih lanjut untuk suatu
jangkauan yang lebih jauh. Persiapan kemampuan belajar lebih lanjut ini sangat
diperlukan, mengingat sekolah tidak mungkin memberikan semua yang diperlukan
siswa atau apa pun yang menarik perhatian mereka.
5. Fungsi
Pemilihan ( The Selective Function)
Perbedaan (
diferensiasi) dan pemilihan ( selective) adalah dua hal yang sangat berkaitan.
Pengakuan atas perbedaan berarti memberikan kesempatan bagi seseorang untuk
memilih apa yag diinginkan dan menarik minatnya. Kedua hal tersebut merupakan
kebutuhan bagi masyarakat yang menganut system demokratis. Untuk mengembangkan
berbagai kebutuhan tersebut, maka kurikulum perlu disusun secara luas dan
fleksibel.
6. Fungsi
Diagnostik ( The Diagnostik Function)
Salah satu segi
pelayanan pendidikan adalah membantu dan mengarahkan siswa untuk mampu memahami
dan menerima dirinya, sehingga dapat mengembangkan seluruh potensi yang
dimilikinya. Fungsi ini merupakan fungsi diagnostic kurikulum dan akan
membimbing siswa untuk dapat berkembang secara optimal.
Berbagai
fungsi kurikulum diatas dilaksanakan oleh kurikulum secara keseluruhan.
Fungsi-fungsi tersebut memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangan siswa, sejalan dengan arah filsafat pendidikan dan tujuan
pendidikan yang diharapkan oleh institusi pendidikan yang bersangkutan.
BAB 2
STUDI LAPANGAN KURIKULUM
A. Pendahuluan
Schubert (1986) menguraikan bayangan atau gambaran
lapangan kurikulum, yang bertujuan untuk memberikan perspektif kurikulum dengan
menggambarkannya sebagai suatu lapangan inkuiri dan aktivitas sosial.
Sebagai
wacana pembuka, Schubert mengetengahkan pemikiran Arthur Schopenhauer (1981)
yang menyatakan bahwa setiap orang memiliki keterbatasan dalam visi, sehingga
menghasilkan keterbatasan pandangan terhadap dunia. Selain itu, John Stuart
Mill (1859), seorang tokoh kemerdekaan Inggris, yang menyatakan bahwa setiap
orang harus melakukan observasi untuk melihat pikiran/nalar dan pertimbangan
untuk mermal aktifitas untuk mengumpulkan bahan sebagai dasar pengambilan
keputusan, diskriminasi untuk memutuskan, dan jika ia sudah mengambil
keputusan, maka ia akan percaya diri dan melakukan control diri untuk menepati
keputusan yang telah diambilnya secara sengaja.
Dalam konteks ini, kurikulum digambarkan sebagai
bagian suatu jaringan subdivisi-subdivisi inkuiri kependidikan yang saling
berintelerasi dan bergantung satu sama lain.
Penulisan tentang gambaran lapangan kurikulum
lapangan kurikulum dimaksudkan untuk memberikan pemahaman tentang luasnya
bidang akademik kurikulum yang digunakan selama lebih dari satu abad yang
lampau, yang lebih dikenal sebagai “lapangan kurikulum” (curriculum field),
meskipun masih ada sebagian pihak yang menggunakan istilah-istilah seperti
field, discipline, dan field of study. Penggunaan istilah ” curriculum field”
dimaksudkan untuk mewakili makna yang sama dari istilah-istilah lain yang
digunakan oleh para ahli, teori, praktisi, dan peneliti, dalam bidang
kurikulum.
Sehubungan dengan hal tersebut, timbul permasalahan
yaitu “ Bayangan atau gambaran kurikulum
yang bagaimana yang eksis dalam lapangan kurikulum?” dan “Bagaimana kurikulum berhubungan dengan
berbagai sub bidang pendidikan lainnya?” serta “ Sumber-sumber apa yang tersedia yang memungkinkan seseorang dapat
memasuki lapangan kurikulum?”.
Sesuai dengan uraian diatas, Schubert menganalisis
topic-topik tentang gambaran atau bayangan kurikulum, kurikulum dan
subdivisi-subdivisi pendidikan yang berhubungan, serta berbagai domain dalam
studi kurikulum.
1.
Gambaran
Karakteristik Kurikulum
Menurut
Schubert (1986), survey yang dilakukan secara cepat terhadap sejumlah buku teks
kurikulum akan menghasilakan sejumlah gambaran / bayangan (image) atau
karakteristik yang berbeda satu sama lainnya.
Upaya
menganalisis dan menguraikan seluruh image kurikulum, sebagaimana yang banyak
ditemukan dalam buku-buku teks kurikulum, merupakan suatu pekerjaan besar
mengingat banyaknya buku kurikulum yang ditemukan dalam masyarakat. Selain itu,
para ahli menilai bahwa hasil pekerjaan semacam itu akan meragukan. Karena itu,
cara-cara yang lebih efisien yang dapat dilakukan adalah dengan mengelompokan
atau menetukan kategori berbagai konsepsi kurikulum yang pokok, yang disertai
dengan contoh, pengertian, dan kecaman terhadap masing-masing kategori
tersebut.
2.
Berbagai Domain Studi Kurikulum
Kurikulum
berada di tengah-tengah bidang studi kependidikan yang saling berhubungan. Oleh
karenanya, perlu diidentifikasikan bagian-bagian yang domain dari studi
kurikulum itu sendiri. Dengan adanya saling berbagi pemikiran otobiografis
dengan orang lain yang juga berupaya mendapatkan pengertian yang serupa, maka
kurikulum dapat membentuk kembali perspektif anak dalam kehidupan ( Grument,
1980). Selain itu, kurikulum juga menjadi suatu proses social, sat berbagai
individu secara bersama-sama berusaha mendapatkan pemahaman lebih baik tentang
diri mereka sendiri, orang lain dan dunia melalui rekonseptualisai yang saling
menguntungkan. Pada akhirnya, dapat dinyatakan bahwa focus sentral kurikulum
adalah otobiografis, sehingga kurikulum pada dasarnya merupakan interpretasi
berbagai pengalaman hidup.
Dalam
mengembangkan kurikulum, pihak pengembang kurikulum, khususnya guru, perlu
mempertimbangkan kekuatan dan kelemahan setiap image kurikulum, konsekuensi,
serta implementasinya dalam situasi nyata.
3.
Kurikulum
dan Berbagai Subdivisi Pendidikan yang Berhubungan
Praktek-praktek
kurikulum pada dasarnya dipengaruhi oleh seluruh subdivisi kurikulum. Menurut
Schubert (1896), berbagai subdivisi kurikulum tersebut adalah teori kurikulum, sejarah kurikulum,
pengembangan kurikulum, desain kurikulum, implementasi kurikulum dan inkuiri
kurikulum. Defenisi setiap kurikulum ini penting untuk dicermati, untuk
mengarahkan praktik nyata dalam suatu subdivisi dan menghindari terjadinya
tumpang-tindih praktik antarsubdivisi.
B.
Lapangan
Kurikulum
Perencanaan dan pengembangan kurikulum harus
didasarkan pada ide-ide umum tentang kurikulum, yang muncul berkat interaksi
antara teori dan praktik.
Gambaran
problematik dari pengembangan kurikulum telah menghasilkan suatu diversitas
opini tentang berbagai aspek dari lapangan kurikulum tersebut, yang bahkan
meliputi definisi kurikulum itu sendiri. Oleh karena banyak ahli pendidikan
yang melontarkan berbagai pendapat yang berbeda, perlu dirumuskan
prinsip-prinsi dasar yang diperlukan jika hendak memperbaiki kurikulum.
Postulat berikut merefleksikan berbagai prinsip dasar tersebut
- Bidang kurikulum adalah area umum studi yang berkenaan dengan pengembangan dan implementasi tujuan (umum dan khusus) pendidikan dan alat untuk mencapainya, yang terdiri atas teori dan praktik terintegrasi
- Studi dan praktik dalam bidang kurikulum menuntut pemahaman yang luas tentang fondasi (filosofis, sosiologis, dan psikologis) kurikulum, yang mendasari tindakan kurikulum tersebut
- Pada praktiknya, bidang kurikulum meliputi perencanaan, pengembangan, desain instruksional, riset, perteorian, evaluasi, dan kepemimpinan, sebagai penunjang dan pendorong kurikulum
- Hasil pengamatan belajar dari kurukulum adalah terencana dan tersembunyi. Proses belajar yang berkaitan dengan kurikulum tersembunyi sering kali lebih berpengaruh, karena perbuatan kita akan kehidupan sehari-hari di sekolah merefleksikan berbagai nilai actual dan keyakinan yang ada dalam masyarakat
- Segala keputusan yang berkaitan dengan bidang kurikulum harus melalui serangkaian proses yang kompleks dan memiliki banyak alternatif. Hal ini diakibatkan bahwa perenanaan tanpa pengetahuan dan pertimbangan berbagai alternatif akan membatasi kesempatan belajar.
- Bidang kurikulum bersifat interdisiplin dan mengandung berbagai ide bersama dari bidang pendidikan lainnya, dalam perumusan tujuannya (ends) maupun metode / alat (means) program-program sekolah.
- Semua kegiatan dalam bidang kurikulum harus mengacu pada hal tertentu, yang spesifik berkenaan dengan situasi belajar. Inilah factor penting dari sekolah.
Berkaitan dengan hal diatas, berikut adalah uraian
fakto-faktor yang terkait dengan lapangan kurikulum.
- Organisasi Kurikulum adalah cara program sekolah, proses belajarm atau serangkaian pengalaman siswa yang direnakan dan disusun secara terstruktur
- Evaluasi Kurikulum berkaitan dengan perbaikan program yang berkelanjutan dan merupakan proses yang berkelanjutan. Evaluasi kurikulum tersebut merujuk pada proses yang mempertimbangkan kecukupan (adequate dan keefektifannya
- Kurikulum Tersembunyi (The hidden Curriculum) adalah kurikulum yang tidak direncanakan dan tidak termasuk ke dalam kurikulum sekolah, tetapi memiliki banyak hal penting bagi kehidupan siswa.
- Kurikulum Luar Sekolah ( Out of School Currikulum) adalah berbagai hal dari luar sekolah yang dapat di pelajari oleh siswa, misalnya yang bersumber dari berbagai media informasi, peristiwa dalam struktur keluarga, serta hubungan social dalam masyarakat dan kelompok social lainnya.
- Perencanaan Kurikulum adalah proses komprehensif ketika pihak yang terkait merumuskan tujuan dari pendidikan, bagaiman tujuan tersebut dilakukan melalui situasi belajar-mengajar dengan mempertimbangkan kepantasan dan keefektifan tujuan (ends) dan alat ( means) belajar ( Baine 1986).
- Pengembangan Kurikulum adalah proses perencanaan kurikulum agar menghaasilkan rencana kurikulum yang luas dan spesifik.
- Pembelajaran Kurikulum terutama berkenaan dengan desain rencana situasi belajar-mengajar yang nyata.
C.
Pembelajaran
Pembelajaran terkait dengan tujuan dan rencana
kurikulum yang difokuskan pada persoalan metodologi, seperti teknik mengajar,
kegiatan implementasi sumber, dan alat pengukuran yang digunakan dalam situasi
belajar-mengajar yang khusus. Jadi, perencenaan kurikulum yang digunakan suatu
konsep generik yang meliputi perencanaan kurikulum dan desain instruksional.
Pengembangan kurikulum memberi pedoman pada desain instruksional, dan desain
instruksional merujuk pada kegiatan spesifik yang terpusat pada metode
belajr-mengajar.
Menurut Hamalik (2001), untuk memahami proses
belajar-mengajar harus diawali dengan mengetahui lebih dulu makna atau
pengertian dari mengajar dan pengajaran sebagai berikut :
- Mengajar adalah menyampaikan pengetahuan kepada siswa didik atau murid di sekolah
- Mengajar adalah mewariskan kebudayaan kepada generasi muda melalui lembaga pendidikan sekolah;
- Mengajar adalah usaha pengorganisasian lingkungan sehingga menciptakan kondisi belajar bagai siswa;
- Mengajar atau mendidik adalah memberikan bimbingan belajar pada murid;
- Mengajar adalah kegiatan mempersiapkan siswa untuk menjadi warga Negara yang baik sesuai dengan tuntutan masyarakat; dan
- Mengajar adalah suatu proses membantu siswa menghadapi kehidupan masyarakat sehari-hari
Lebih lanjut Hamilton mengemukakan
bahwa:
- Pengajaran mempunyai maksud yang sama dengan kegiatan mengajar;
- Pengajaran adalah interaksi belajar-mengajar sebagai suatu system; dan
- Pengajaran identic dengan pendidikan
Karakteristik
interaksi belajar-mengajar dalam pendekatan proses belajar-mengajar meliputi
dua hal pokok yaitu : mengajar dan pembelajaran. Mengajar dalah upaya
penyampaian pengetahuan kepada peserta didik yang rumusan konsepnya adalah
sebagai berikut :
- Pembelajaran merupakan persiapan di masa depan. Sehingga sekolah berfungsi untuk mempersapkan peserta didik agar mampu hidup dalam masyarakat yang akan datang
- Pembelajaran merupakan suatu proses penyampaian pengetahuan, yang dilaksanakan dengan menggunakan metode imposisi, dengan cara menuangkan pengetahuan kepada siswa. Pada umumnya guru menggunakan metode “formal step” (J. herbart dalam Hamalik, 2001), yang berdasarkan atas asas asosasi dan reproduksi atas tanggapan atau kesan. Cara penyampaian pengetahuan tersebut berdasarkan ajaran dalam psikologi asosiasi.
- Tujuan utama pembelajaran adalah penguasaan pengetahuan. Pengetahuan bersumber dari perangkat mata ajaran yang di sampaikan di sekolah. Oleh karena itu, mata ajaran tersebut meliputi berbagai pengalaman yang berasal dari orang tua di masa lalu yang berlangsung dalam kehidupan manusia yang di uraikan, disusun, serta di muat dalam buku mata pelajaran dari berbagai referensi.
- Guru di pandang sebagai orang yang sangat berkuasa. Peran guru dalam hal ini sangat dominan. Guru yang menentukan segala hal yang dianggap tepat untuk disajikan kepada siswa. Guru juga di pandang sebagai orang yang serba mengetahui dan serba pandai. Oleh karenanya, guru mempunyai kekuasaan dalam mempersiapkan tugas, memberikan latihan, dan menentukan peraturan maupun kemajuan tiap siswa
- Siswa selalu bersikap dan bertindak pasif. Siswa hanya menerima apa yang diberikan oleh guru, bersikap sebagai pendengar, pengikut, dan pelaksana tugas. Adapun kebutuhan, minat, tujuan, abilitas, dan hal lain yang dimiliki siswa diabaikan dan tidak mendapat perhatia dari guru.
- Kegiatan pembelajaran hanya berlangsung dalam kelas. Kegiatan pengajaran hanya dilaksanakan sebatas ruangan kelas saj, sedangkan pengajaran di luar kelas tidak pernah di lakukan.
- Mengajar adalah pewarisan kebudayaan pada generasi mdua melalui lembaga pendidikan di sekolah.
- Pengajaran dapat diartikan sebagai suatu proses pewarisan yang di lakukan melalui berbagai prosedur, yaitu pengajaran, media, hubungan pribadi, dan sebagainya.
- Bahan pengajaran bersumber dari kebudayaan, yagn merupakan kumpulan warisan social dalam masyarakat.
- Siswa diposisikan sebagai generasi muda yang merupakan ahli waris kebudayaan
- Pengajaran adalah upaya pengorganisasian lingkungan untuk menciptakan kondisi belajar bagi peserta didik.
- Peserta didik diibaratkan sebagai organisasi yang hidup. Guru harus menjadi organisator belajar bagi siswa yang potensial tersebut, sehingga tujuan pengajran yang optimal akan tercacapi.
2 Kajian selanjutnya memfokuskan
pembahasan tentang karakteristik belajar yang harus di kenali guru dalam
membelajarkan siswa, antara lain :
- Kebermaknaan, dalam hal ini belajar harus lebih bermakna bagi siswa;
- Prasyrat, dalam artian bahan yang dipelajari siswa harus terkait dengan pengalaman prasyarat yang dimiliki siswa;
- Model Belajar, dalam hal ini model yang disajikan sesuai dengan model perilaku yang dapat diamati dan ditiru siswa;
- Komunikasi Terbuka, dalam artian penyajian bahan belajar ditata agar pesan-pesan yang disampaikan guru bersifat terbuka terhadap pendapat siswa;
- Daya Tarik, dalam artian bahan belajar memiliki daya tarik penyajian;
- Aktif dalam Latihan, artinya berusaha mengaktifkan peran siswa dalam latihan atau praktik.
- Latihan yang Terbagi, dalam artian proses latihan dilaksanakan dengan cara membagi kepada siswa dalam jangka waktu yang pendek; dan
- Tekanan Instruksinoanal, yang diusahakan dengan menekankan kewajiban belajar yang di mulai dari yang kuat, tetapi lambat laun semakin melemah
D. Kepemimpinan
Kurikulum
Perencanaan dan pengembangan kurikulum melibatkan human enterprise untuk mendefenisikan
berbagai kesempatan belajar yang efektif. Oleh karena itu, dituntut adanya
struktur organisasi penunjang yang memfasilitasi pembuatan keputusan yang
mungkin lebih profesional, peka terhadap berbagai informasi, dan terbuka
terhadap ide-ide baru. Unsur-unsur ini tidak muncul dari agensi pendidikan
secara spontanitas.
Kurangnya kepemimpinan, perencanaan, dan
pengembangan kurikulum dapat mengakibatkan lemah dan kurang berhasilnya
kurikulum. Sama halnya seperti pada berbagai bidang lain dalam arena
pendidikan, perencanaan kurikulum seringkali mengalami krisis dalam hal
kepemimpinan. Persepsi ini ditimbulkan dari dua masalah. Pertama . apakah pendidik memiliki pengetahuan komprehensif
tentang konten dan proses dalam bidang kurikulum. Kedua, berkenan dengan jumlah sekolah yang mempekerjakan para profesional
dalam posisi kepemimpinan kurikulum, seperti koordinator kurikulum, supervisor
kurikulum dan sebagainya. Perencanaan dan pengembangan kurikulum yang efektif
menuntut adanya kepemimpinan yang berpengaruh, dengan tugas dan wewenang
sebagai berikut :
- Kepemimpinan kurikulum dapat muncul dari suatu kategori personel yang profesional.
- Sekolah bertanggung jawab dalam memberikan dukungan personel yang memiliki pengetahuan dan keterampilan khusus (spesialis) dalam perencanaan dan pengembangan kurikulum., riset dan evaluasi.
- Personel administratif dan kepengawasan mempunya tanggung jawab utama menyediakan atau memberikan kepemimpinan dan asistensi dalam pengembangan dan implementasi kurikulum
- Para pendidik (educators) mempunyai wewenang melakukan studi dan memberikan komentar terhadap kurikulum luar sekolah sebagai bagian dari tanggung jawab profesional secara keseluruhan.
- Pelatihan lanjut bagi para pendidik profesional harus mencakup pengembangan pengetahuan
- Sekolah (didaerah) bertanggung jawab menyediakan berbagai kesempatan bagi para pendidik untuk berkembang secara profesional , yang meliputi pengembangan staf atau pendidikan penataran, misalnya dalam bentuk lokakarya, konferensi kelompok studi, dan interaksi profesional lainnya.
- Personel administratif dan kepengawasan bertanggung jawab menyediakan kondisi yang paling memungkinkan dalam situasi belajar-mengajar.
- Kepemimpinan untuk perbaikan kurikulum menuntut pengetahuan dan keterampilan dalam pengembangan organisasional, hubungan antar insan (human relation), dan dinamika kelompok.
BAB 3
PENDEKATAN STUDI KURIKULUM
Penggunaan suatu
jenis pendekatan atau orientasi pada umumnya menentukan bentuk dan pola yang di
pergunakan oleh kurikulum tersebut. Secara teoritis, menurut perkembangannya
studi tentang kurikulum dapat digolongkan dalam empat teori pendekatan, yaitu
pendekatan mata pelajaran, pendekatan interdisipliner, pendekatan integratif,
dan pendekatan sistem. Keempat pendekatan tersebut memiliki penekanan
tersendiri, sehingga menimbulkan perbedaan yang prinsipil.
A. Pendekatan
Mata Pelajaran
Pendekatan mata pelajaran bertitik
tolak dari mata pelajaran (subject matter) seperti Ilmu Bumi, Sejarah, Ekonomi,
Ilmu Biologi, Ilmu Kimia, Ilmu Alam, Ilmu Berhitung, Ilmu Aljabar, Menyanyi,
Menggambar, Olah Raga, Pekerjaan Tangan, dan sebagainya.
Dalam pendekatan mata pelajaran
ini, terdapat system pembagian tanggung jawab di antara masing-masing guru mata
pelajaran. Sekalipun seorang guru bertanggung jawab mengajar sejumlah mata
pelajaran sekaligus ( seperti di Sekolah Dasar), namun guru tersebut
mengajarkannya secara terpisah dan tidak di korelasikan satu dengan yang
lainnya. Jenis pendekatan inilah yang mengembangkan kurikulum mata pelajaran (
subject matter curriculum atau isolated curriculum)
B. Pendekatan
Interdisipliner
Berbagai gejala
dan permasalahan yang ada dalam kehidupan sehari-hari ternyata tidak mungkin
ditinjau dari satu segi saja. Setiap gejala sosial akan saling berkaitan satu
dengan lainnya, baik dari segi social, politik, ekonomi, budaya dan sebagainya.
Begitu pula halnya dengan suatu peristiwa dalam masyarakat, yang akan
memengaruhi berbagai kehidupan aspek lainnya.
Untuk
mempelajari suatu disiplin ilmu yang telah tersusun secara sistematis dan
logis, diperlukan kematangan intelektual tertentu, suatu hal yang tampaknya
belum dimiliki murid-murid sekolah dasar sampai dengan Sekolah Lanjutan Atas.
Dengan pendekatan mata pelajaran, para siswa disekolah tidak memiliki
kesempatan untuk membahas berbagai masalah sosial dari masyarakat
lingkungannya.
Berdasarkan
pertimbangan diatas, para ahli berpendapat bahwa kurikulum sekolah sebaiknya
tidak disusun berdasarkan mata pelajaran yang terpisah, melainkan merupakan
perpaduan sejumlah mata pelajaran yang memiliki ciri-ciri yang sama, yang
menjadi suatu bidang studi (broadfield). Dewasa ini, pendekatan tersebut sering
dikenal dengan nama pendekatan interdisipliner
Pendekatan
iterdisipliner terdiri lagi atas tiga jenis pendekatan, yaitu pendekatan
structural, pendekatan fungsional dan pendekatan daerah (interfield), yang
masing-masing mempunyai pendekatan sendiri, kendatipun antara ketiganya hanya
berbeda secara gradual belaka.
Pendekatan
structural bertitik tolak dari suatu struktur tertentu, yang merupakan suatu
disiplin ilmu
Pendekatan
fungsional bertitik tolak dari suatu masalah tertentu dalam masyarakat atau
lingkungan sekolah. Masalah yang dipilih dan akan dipelajari tersebut adalah
berbagai masalah yang berfungsi dan bermakna bagi kehidupan manusia.
Berdasarkan masalah tersebut, dipelajarilah aspek-aspek dari berbagai disiplin
yang berada dalam suatu bidang studi yang sama, yang dinilai relevan dengan
masalah yang sedang dipelajari.
Pendekatan
daerah bertitik tolak dari pemilihan suatu daerah tertentu sebagai sbujek
pelajaran. Aspek-aspek yang dipelajari tentu saja merupakan hal yang relevan
dengan daerah tersebut dan berada dalam bidang studi yang sama.
Dewasa ini,
jenis pendekatan interdisipliner sedang dikembangkan dalam pembinaan kurikulum
di sekolah-sekolah kita dalam bentuk kurikulum berkolerasi (corralted
curriculum) yang menekankan pada bidang studi, seperti yang kita kenal dalam
kurikulum tahun 1975.
C. Pendekatan
Integratif
Pendekatan
integratif, yang juga dikenal dengan nama pendekatan terpadu, bertitik tolak
dari suatu keseluruhan atau kesatuan yang bermakna dan terstrukur.
Bermakna
mempunyai arti bahwa setiap suatu keseluruhan tersebut memiliki makna, arti,
dan faedah tertentu. Keseluruhan tersebut bukanlah penjumlahan dari bebagai
bagian, melainkan suatu totalitas yang memiliki makna tersendiri. Adapun
terstruktur mempunyai asumsi bahwa setiap bagian yang ada dalam keseluruhan itu
berada dan berfungsi dalam suatu struktur tertentu. Dalam konteks ini,
pendidikan anak adalah pendidikan yang menyeluruh, atau dengan kata lain
pendidikan dalam rangka pembentukan yang terintegritasi. Oleh karena itu,
kurikulum harus disusun sedemikan rupa sehingga mampu mengembangkan pribadi
yang utuh, dengan mempertimbangkan bahwa anak adalah suatu potensi yang sedang
berkembang dan merupakan organisme yang hidup, yang hidup dalam masyarakat yang
sedang berkmebang pula.
Mata pelajaran
atau bidang studi hanyalah sebagain factor yang memengaruhi perkembangan anak,
seperti bangunan, fasilitas, tukang kebun, gambar dan sebagainya.
Dewasa ini
pendidikan terpadu banyak sekali dikembangkan. Dalam perkembangan kurikulum
kita, terdapat istilah “integrated curriculum” dengan system yang mencakup
pengajaran unit. Semua mata pelajararan atau bidang studi tidak terlepas atau
terpisah satu dengan yang lainnya, dan tidak ada pembatas satu sama lain.
D. Pendekatan
Sistem
System adalah
suatu totalitas yang terdiri atas sejumlah komponen atau bagian. Komponen itu
saling berhubungan dan saling memengaruhi satu sama lain. Suatu komponen juga
dapat merupakan sebuah sub system dari suatu system.
Pada tingkat
makro, jika kita meninjau system pendidikan, maka kurikulum sesungguhnya
merupakan suatu komponen dari input instrumental. Kurikulum ditinjau dalam
hubungannya dengan komponen-komponennya, antara lain tujuan, prinsip, susunan,
dan system penyampaiannya
Pendekatan
system digunakan juga sebagai suatu system berpikir, bahkan system pendekatan
ini dikembangkan dalam upaya pembaharuan pendidikan. Langkah-langkah yang
digunakan adalah proses identifikasi dan perumusan masalah, perumusan atau
hasil-hasil yang diinginkan, dan penentuan yang dinilai paling tepat melalui
paper analysis atau eksperimen. Selanjutnya dilakukan kegiatan try out dan
revisi, dan langkah terakhir yakni implementasi dan evaluasi.
Dari uraian
diatas maka jelaslah bahwa dalam penyusunan suatu program pendidikan dan
kurikulum sangat penting untuk di tentukan lebih dahulu jenis pendekatan yang
akan digunakan. Meskipun demikian, tidaklah berarti bahwa dalam penyusunan
kurikulum hanya digunakan satu jenis pendekatan saja, Karena beberapa jenis
pendekatan dapat juga digunakan sekaligus, seperti yang di jumpai dalam
kurikulum tahun 1975.
BAB 4
BERBAGAI MASALAH
DALAM KURIKULUM
Dalam
proses pengembangan kurikulum, banyak sekali masalah yang di hadapi, yang
memerlukan pertimbangan dan pemecahan tersendiri. Semua masalah tersebut
disebabkan oleh berbagai kondisi yang ada, yang di sesuaikan dengan tuntutan
dan prinsip kebutuhan yang harus di penuhi.
Tenaga
pengembang atau pihak-pihak yang terlibat pada kegiatan pengembangan kurikulum
hendaknya menyadari masalah tersebut, yang dapat di kategorikan menjadi masalah
umum dan masalah khusus.
A. Masalah
Umum
Berbagai masalah yang
termasuk dalam masalah umum dapat di kelompokan menjadi delapan kelompok yaitu bidang cakupan (scope), relevansi, keseimbangan,
integrasi, sekuens, kontinuitas, dan kemampuan transfer ( transfer-ability)
1. Bidang
Cakupan ( Scop)
Scope
atau bidang cakupan dapat di defenisikan sebagai “luas” kurikulum, yang di
dalamnya mencakup berbagai topic, pengalaman belajar, aktivitas, pengorganisasian
“elemen-elemen”, serta hubungan pengitegrasian dan pengorganisasian berbagai
elemen tersebut, yang harus di berikan kepada siswa disekolah.
Untuk
menentukan scope tersebut,para pengembang kurikulum dihadapkan pada sejumlah
permasalahan berikut.
1. Pengorganisasian
Berbagai Elemen dan hubungan antar elemen tersebut.
Menurut J. I. Goodlad,
elemen scope adalah “the actual focal point for learning through which the
school’s objectives are to attained”. Dari pengertian ini dapat di pahami bahwa
unsur-unsur scope merupakan hal-hal pokok (actual points) yang harus di
pelajari siswa di sekolah. Sehubungan dengan hal tersebut, maka tyler
menyarankan agar para pengembang kurikulum sebaiknya dapat mengorganisasikan
hubungan antar elemen atau unsur scope tersebut, yang berupa konsep, ilmu
pengetahuan, dan berbagai ketermpilan yang harus diberikan pada siswa. Dewasa
ini, masalah yang di hadapi adalah tidak terbatasnya konsep, pengetahuan, dan
keterampilan tersebut.
2. Pesatnya
Perkembangan IPTEK
Sebagai ujung tombak
dari implementasi kurikulum, sudah sewajarnya guru terus mencermati
keterbatasan materi pelajaran. Ini di karenakan dewasa ini ilmu pengetahuan dan
teknologi cenderung terus berkembang dan meningkat sedmikian pesatnya.
3. Penetapan
Prosedur Tujuan
Caswel dan Campbell
(Oliva, 1992) mengingatkan bahwa prosedur tujuan bkan hanya menyangkut
pengalaman belajar, topik, maupun organisasi dan hubungan antar elemen, tetapi
juga menyangkut lima tahapan berikut:
- Penetapan tujuan yang inklusif
- Tujuan umum tersebut harus dirumuskan lagi ke dalam sejumlah pernyataan tujuan umum yang lebih “kecil”;
- Sejumlah pernyataan tersebut diuraikan kedalam tujuan instusional
- Selanjutnya, tujuan institusional tersebut diuraikan ke dalam tujuan per mata pelajaran (bidang studi); dan
- Masing-masing tujuan per mata pelajaran atau bidang studi tersebut harus diuraikan ke dalam tujuan pembelajaran umum, yang selanjutnya di jabarkan lagi menjadi tujuan pembelajaran khususper pokok bahasan, dengan ketentuan bahwa pernyataan tersebut dapat diukur.
4. Pengambilan
Keputusan
Masalah lain yang harus
dihadapi dalam penetuan scope kurikulum adalah pengambilan keputusan tentang
jadi atau tidaknya scope tersebut di tetapkan sebagai cakupan sebuah kurikulum.
Dalam pengambilan keputusan (decision makting) tersebut, Oliva mengajukan
sejumlah pertanyaan yang harus di pertimbangkan, yaitu:
- Apa yang sebenarnya di perlukan agar siswa dapat sukses di dalam masyarakat
- Kebutuhan-kebutuhan apa yang diinginkan oleh daerah, bangsa, negara dan dunia, dan
- Hal-hal esensial apa yang harus diajarkan
2. Relevansi
Relevansi atau kesesuaian merupakan masalah lain yang cukup esensial dan harus
mendapatkan perhatian dalam pengembangan kurikulum. Pengertian relevansi
mengandung dan sekaligus mengundang banyak penafsiran. Ini dikarenakan kata
relevansi itu sendiri harus dikaitkan dengan masalah dunia kerja (vocation),
kependudukan (citizenship) hubungan antar pribadi (personal relationship), dan
berbagai aktifitas masyarakat lainnya yang menyangkut budaya, social, politik,
dan sebagainya. Meskipun demikian, jelas terlihat bahwa masalah relevansi
berkembang menurut kegunaan dan kebermaknaan suatu kurikulum bagi orang dan
masyarakat dan bangsa, bahkan bagi komunitas bangsa di dunia pada umumnya.
3. Keseimbangan
Dalam
sulitnya mendefenisikan kata balance atau keseimbangan, Olivia menunjukan
beberapa variable yang harus di pertimbangkan seperti:
- Kurikulum yang berpusat pada siswa dan kebutuhan masyarakat (child-centered curriculum) dan kurikulum berpusat pada pelajaran (subject-centered curriculum)
- Kebutuhan siswa dan kebutuhan masyarakat (need assessments)
- Pendidikan umum dan pendidikan khusus
- Luas dan dalamnya kurikulum
- Tiga domain penting pendidikan (kognitif, afektif, dan psikomotorik)
- Pendidikan individual dan pendidikan masyarakat
- Inovasi dan tradisi
- Logis dan psikologi
- Kebutuhan yang di harapakan dan tidak di harapkan siswa
- Kebutuhan akademis yang di harapkan
- Metode, pengalaman, dan strategi
- Cepatnya perubahan dan pergantian waktu atau masa;
- Dunia kerja dan permainan
- Sekolah dan masyarakat sebagai sumber daya dalam pendidikan;
- Disiplin kelembagaan;
- Tujuan-tujuan kelembagaan; dan
- Disiplin ilmu
Dikarenakan
begitu banyaknya variabel yang menyangkut keseimbangan dalam pengembangan
kurikulum tersebut, maka sudah di pastikan bahwa hal ini juga telah menjadi
suatu masalah yang tidak dapat diabaikan begitu saja oleh para pengembangan
kurikulum. Sebaliknya, justru merupakan masalah yang harus mendapat perhatian
yang cukup maksimal.
4. Integrasi
Para pengembang kurikulum harus peduli terhadap
masalah pengintegrasian mata pelajaran. Pengintegrasian berarti memadukan,
menggabungkan dan menyatukan antardisiplin ilmu.
Kurikulum adalah suatu hal yang terintegrasi. Kadar
dan tingkat keintegrasian lebih di tentukan oleh dasar filosofis pengembang
kurikulum, di bandingkan berdasarkan data empiris. Namun, karena tidak semua
guru berpandang demikian, dengan alasan bahwa terdapat beberapa pelajaran yang
harus diajarkan terpisah (separarted), maka kalangan progresif menawarkan agar
para guru, sebagai pengembang kurikulum, memosisikan dirinya pada continuum
(rangkaian).
Korelasi mata pelajaran yaitu hubungan diantara mata
pelajaran yang masih ada unsur keterpisahannya seperti dalam pengajaran sejarah
dan sastra, matematika dan sains, serta seni, music dan sastra. Korelasi akan
menjadi integrasi jika identitas masing-masing di lepaskan.
Terdapat dua pandangan integrasi seperti yang di
tawarkan oleh Taba. Pertama, seperti yang di bahas sekarang ini, terdapat
hubungan horizontal antarpelajaran.
Para perencana kurikulum harus memutuskan model
pengorganisasian yang akan digunakan, apakah korelasi atau integrasi mata
pelajaran. Hal ini perlu diperhatikan adalah bahwa scope, relevansi,
keseimbangan, dan integrasi merupakan suatu rangkaian yang erat sekali kaitannya
satu sama lain.
5. Sekuens
(sequence)
Sekuens (sequence) berarti susunan atau urutan
pengelompokan kegiatan atau langkah-langkah yang dilakukan dalam perencanaan
kurikulum. Bila scope mengacu pada “apa” maka sekuens lebih mengacu pada
“kapan” dan “ di mana” pokok-pokok bahasan tersebut di tempatkan dan
dilaksanakan. Berikut adalah langkah-langkah sekuens.
1. Mulai
dari yang paling sederhana menuju ke yang kompleks;
2. Menuruti
alur kronologis;
3. Balikan
dari alur kronologis;
4. Mulai
dari keadaan geografis yang dekat sampai yang jauh;
5. Dari
jauh menuju dekat;
6. Dari
konkret ke abstrak;
7. Dari
umum ke khusus; dan
8. Dari
khusus menuju umum.
Donald E.
Orlosky dan B. Othanel Smith (Olivia, 1992) mengemukakan bahwa terdapat tiga
konsep sekuens yaitu sekuens menurut kebutuhan, sekuens makro, dan sekuens
mikro. Dalam proses sekuens, para pengemabang kurikulum harus memperhatikan
tingkat kedewasaan, latar belakang pengalaman, tingkat kematangan dan
ketertarikan atau minat siswa, serta tingkat kegunaan dan kesukaran materi
pelajaran.
6. Kontinuitas
Kontiunitas merupakan pengulangan terencana tentang
isi, untuk mencapai keberhasilan. Tyler mendeskripsikan kontinuitas sebagai
pengulangan vertical dari elemen atau unsur kurikulum
Pada dasarnya, prinsip kontinuitas menyerupai dengan
apa yang disebut “spiral curriculum” yaitu pengenalan konsep, keterampilan, dan
pengetahuan secara berulang. Dalam permasalahan kontinuitas ini, dibutuhkan
tingkat keahlian yang tinggi dari perencana kurikulum, baik menyangkut
pengetahuan terhadap materi pelajaran maupun pengetahuan tentang siswanya.
Kontinutas bukanlah semata-mata pengulangan isi pelajaran, melainkan merupakan
pengulangan yang kompleks dan canggih dalam upaya peningkatan hasil belajar.
7. Artikulasi
Artikulasi diartikan sebagai pertukaran antara kelompok
elemen atau unsur lintas tingkatan sekolah.
Oliver (Oliva,1992) menjelaskan pengertian
artikulasi sebagai “artikulasi horizontal” atau “korelasi”, sedangkan
kontinuitas sebagai “artikulasi vertikal”. Dari pengertian ini dapat diketahui
bahwa antara sekuens, kontinuitas, dan artikulasi terdapat kaitan satu dengan
lainnya. Sekuens merupakan pengaturan unit-unit dan materi pelajaran secara
logis dan kronologis menurut unit, lembaga dan tingkatannya. Kontinuitas
merupakan rencana introduksidan reintroduksi unit-unit materi yang sama di
berbagai tingkatan dalam upaya meningkatkan pemahaman yang kompleks dan
komprehensif. Adapun artikulasi merupakan rencana sekuens unit-unit materi
pelajaran tersebut secara lintas tingkatan.
8. Kemampuan
Transfer (Transferability)
Segala
hal yang di berikan sekolah pada hakikatnya merupakan “ proses pentransferan
nilai”, maksudnya apapun yang di pelajari di sekolah seharusnya dapat
diaplikasikan diluar sekolah, saat siswa sudah menamatkan pendidikannya. Dengan
demikian, proses pendidikan disekolah harus dapat memperkaya kehidupan siswa.
Para
ahli pendidikan seperti Thorndike, Daniel dan L. N. Tanner, serta Taba
menyepakati bahwa jka guru hendak mentransfer nilai-nilai tersebut, maka
terlebih dahulu harus diperhatikan prinsip-prinsip umum dari proses transfer
yaitu :
1. Transfer
merupakan “hati nurani” pendidikan;
2. Proses
transfer memungkinkan untuk dilakukan;
3. Proses
transfer dimulai dari situasi yang lebih dekat, ke situasi luar kelas yang
lebih jauh dan luas;
4. Hasil
transfer akan lebih bermakna jika guru membantu siswa dalam menderivsai,
generalisasi, serta menetapkan generalisasi tersebut; dan
5. Secara
umum, dapat dikatakan bahwa ketika siswa memperoleh pengetahuan bagi dirinya,
proses transfer tersebut telah berhasil.
Transferability
merupakan prinsip dari pengajaran dan juga prinsip dari kurikulum. Pada saat
membicarakan metode mengajar transferability, berarti kita memasuki wilayah
proses pengajaran. Pada saat menganilisis hal yang ditransferkan, maka kita
telah memasuki wilayah kurikulum. Oleh karena itu, para pengembang kurikulum
harus menentukan tujuan, menyeleksi isi, atau materi, dan memilih strategi
pengajaran yang mengarah pada pendayagunaan proses transfer secara maksimal.
Selanjutnya, dalam perencanaan evaluasi kurikulum juaga harus dimasukan ukuran
tingkatan transfer dari berbagai segemen dalam kurikulum.
B. Beberapa
Masalah Kurikulum
Dalam
kaitannya dengan pengembangan kurikulum, beberapa masalah berikut perlu
dipahami secara seksama.
1. Berbagai
masalah yang berhubungan dengan tujuan dan hasil-hasil kurikulum yang di
harapkan oleh sekolah, seperti :
a. Untuk
siapa kurikulum itu disediakan;
b. Apakah
kurikulum tersebut bermaksud mendidik siswa agar mampu mengendalikan diri, atau
agar mereka mampu mengikuti perubahan social;
c. Apakah
kurikulum bersifat mendoktinasi sesatu;
d. Apakah
kurikulum bermaskud mempersiapkan siswa bagi masa depannya, atau untuk memenuhi
berbagai kebutuhan yang dirasakan sekarang ini;
e. Apakah
kurikulum memberikan pelayanan terhadap masyarakat atau perorangan;
f. Apakah
kurikulum berkenanan dengan permasalahan
yang kontroversial
g. Apakah
kurikulum disesuaikan dengan minat dan kebutuhan perorangan atau umum
h. Apakah
kurikulum berkenan dengan pendidikan umum atau dengan pendidikan khusus;
i.
Apakah kurikulum dikaitkan dengan usaha pencapaian
tujuan-tujuan pendidikan; dan
j.
Apakah tujuan-tujuan tersebut diperbaiki
guna mencapai hasil pendidikan yang lebih baik
2. Berbagai
masalah yang berhubungan dengan isi dan organisasi kurikulum yang terdiri atas
:
a. Ukuran
yang digunakan dalam memilih bahan dan pengalaman-pengalaman kurikuler.
b. Apakah
kurikulum disusun berdasarkan mata pelajaran atau pengusahaan adanya kolerasi.
c. Perbedaan-perbedaan
yang terdapat dalam kurikulum tersebut,
d. Jenis-jenis
kegiatan dan pengalaman yang terdapat dalam kurikuler
e. Jenis
kurikulum yang digunakan
f. Pengalaman-pengalaman
yang diwajibkan dan yang bersifat pilihan
g. Apakah
dalam kurikulum terdapat-pelajaran khusus
h. Berbagai
pelajaran yang diperlukan untuk kenaikan kelas; dan
i.
Cara perbaikan seleksi dan organisasi
bahan-bahan pelajaran dan pengalaman.
3. Masalah
yang berhubungan dengan proses penyusunan dan revisi kurikulum seperti :
a. Cara
pengadaan artikulasi dan korelasi
b. Awal
penyusunan dan perevisian kurikulum,
c. Sumber-sumber
informasi yang dapat dimanfaatkan untuk penyusunan kurikulum.
d. Pihak
yang dapat berpartisipasi dalam perubahan dan penyusunan kurikulum
e. Pihak
yang akan memberikan latihan dalam pengelolaan kurikulum dan dalam bentuk
pelaksanaan latihan tersebut
f. Langkah-langkah
yang akan dilakukan dalam mengadakan perubahan perubahan (revisi) kurikulum
secara menyeluruh, dan
g. Cara
perbaikan proses penyusunan kurikulum.
C. Peran
Guru Dalam Pengemabangan Kurikulum
Dalam studi tentang ilmu mengajar dan kurikulum
yang, pembahasan mengenai permasalah yang dialami guru senantiasa mendapat tempat
tersendiri. Ini dikarenakan guru mengemban peran yang sangat penting dalam
keberhasilan proses pendidikan. Bahkan, berdasarkan pandangan yang ada sekarang
ini, betapun bagus dan indahnya kurikulum, keberhasilan kurikulum tersebut pada
akhirnya bergantung pada masing-masing guru.
Oleh karena itu, masalah profesi keguruan,
tantangan-tantangan yang kemungkinan besar dihadapi oleh guru-guru profesional,
peranan guru dalam pengembangan kurikulum dan masalah pendidikan guru, juga
perlu mendapat pembahasan tersendiri.
Setiap guru mengemban tanggung jawab secara aktif
dalam perencanaan, pelaksanaan, penilaian, pengadministrasian, dan perubahan
kurikulum. Sejauh mana keterlibatan guru akan turut menentukan keberhasilan
pengajaran di sekolah.
Sejauh manakah peran guru dalam perencanaan
kurikulum? Kurikulum disusun oleh suatu lembaga tertentu tertentu (di
Indonesia, kurikulum disusun oleh BP3K), yang umumnya dirancang oleh
ahlikurikulum dengan bantuan ahli psikologi belajar dan ahli bidang studi. Para
guru bidang studi yang dianggap telah memiliki pandangan yang luas biasanya
diikutsertakan dalam penyusunan kurikulum tersebut. Kepada mereka, dimintakan
saran-saran sesuai pengalaman mereka dalam melaksanakan kurikulum di sekolah
Pada dasarnya, para guru itulah yang paling
mengetahui berbagai masalah dalam kurikulum yang telah dilaksanakan. Oleh sebab
itu, berbagai saran mereka sangat dibutuhkan dalam perencanaan atau penyusunan
kurikulum baru, tentu saja melalui prosedur langsung maupun tidak langsung.
Melalui rapat sekolah, guru-guru memberikan banyak bahan yang berharga dalam
penyusunan kurikulum. Selanjutnya, secara bertingkat bahan-bahan tersebut
disampaikan kepada suatu panitia khusus (Panitia Pembina Kurikulum) yang
kemudian dijadikan bahan pembahasan dalam berbagai pertemuan atau lokakarya
penyusunan kurikulum. Dengan demikian, kurikulum yang baru disusun akan lebih
cocok dengan kebutuhan sekolah dan kebutuhan pelaksanaan kurikulum oleh guru.
Keberhasilan kurikulum sebagian besar terletak di
tangan guru, selaku pelaksana kurikulum. Para guru bertanggung jawab sepenuhnya
dalam pelaksanaan kurikulum, baik secara keseluruhan maupun sebagai tugas yang
berupa penyampaian bidang studi atau mata pelajaran yang sesuai dengan program
yang di rancang kurikulum. Untuk itu, guru harus berusaha agar penyampaian
bahan-bahan itu dapat berhasil secara maksimal. Dikarenakan pokok-pokok bahasan
dalam kurikulum tersebut hanya dalam tataran garis besarnya saja, maka guru
hendaknya berusaha agar sedapat mungkin melakukan penyesuaian dengan kebutuhan
setempat. Karena itu, peran guru adalah sebagai pengajar, pembimbing, manajer,
maupun ilmuan, yang dituntut mencurahkan segala kemampuannya sehingga
pelaksanaan kurikulum tersebut dapat berhasil. Selain itu, setiap guru dituntut
untuk memahami sebaik mungkin tujuan, isi dan organisasi serta system
penyampaian sehingga kualitas dan kuantitas hasil pengajaran yang di berikan
mencapai target yang dikehendaki.
Bagaimana peran guru sebagai pengelola kurikulum?
Sebagai pengelola kuriikulum, guru bertanggung jawab antara lain membuat
perencanaan mengajar ( rencana tahunan, rencana bulanan, rencana permulaan
mengajar dan rencana harian) baik dalam bentuk perencanaan unit maupun dalam
pembuatan model satuan pelajaran. Selain itu, guru harus berusaha mengumpulkan
dan mencari bahan dari berbagai sumber, menyediakan perlengkapan atau media
pengajaran, mengadakan komunikasi dan konsultasi dengan berbagai badan dan
institusi yang mungkin dapat membantunya dalam pelaksanaan kurikulum,
mengumpulkan data tentang partisipasi murid dalam mengikuti pelajaran atau
berbagai kegiatan kurikuler lainnya, ikut serta menyusun jadwal pelajaran dan
mengikuti berbagai pertemuan yang diselenggarakan oleh sekolah dan para
pengawas, serta membuat laporan tentang hasil kegiatan kurikulum yang telah
dilakukan. Tugas sebagai pengelola kurikulum sejalan dengan peran guru sebagai
administrator. Peranan ini erat dengan kaitannya dengan peranan lainnya, yang
sekaligus menunjang pembinaan dan pengembangan kurikulum disekolah.
Peran apakah yang dapat dilakukan guru dalam
perubahan kurikulum? Kurikulum merupakan bagian dari usaha pembaruan dalam
usaha pendidikan. Oleh karena itu, proses perubahan pendidikan tersebut sudah
tentu akan melibatkan banyak pihak. Selaku komponen pendidikan, mau tidak mau
guru tentu terlibat dalam pembaruan yang sedang dilakukan dalam pendidikan.
Guru harus ikut aktif pula dalam pembaruan kurikulum yang sedang dilakukan
dalam pendidikan. Guru harus ikut aktif pula dalam perubahan dan pengembangan
kurikulum untuk memberikan berbagai input berupa saran dan pengalamannya.
Dalam kerangka peruabahan kurikulum, umumnya
dilakukan terlebih dahulu penilaian terhadap kurikulum yang sedang berjalan,
guna melihat berbagai keunggulan dan kelemahan yang ada, ditinjau dari aspek (
filosofis, sosiologis, psikologis, metodologis, dan lain-lain). Berbagai saran
dan pengalaman guru sangat di perlukan, bahkan sjumlah guru yang dianggap
sangat berpengalaman sering diikut sertakan dalam panitia pembaruan, bersama
para spesialis dan pejabat berwenang yang ditunjuk oleh Departemen Pendidikan.
Jadi jelaslah, keterlibatan guru dalam pengembangan kurikulum sangat di
perlukan.